• Edi Junaedi, S.Pd.I
  • Agama
  • 2019-09-07 09:13:39
Pentingnya Pendidikan Dalam Islam Yang Mengutamakan Akhlak Dan Ilmu

Pentingnya Pendidikan Dalam Islam Yang Mengutamakan Akhlak Dan Ilmu

Pembicaraan mengenai pendidikan merupakan tema diskusi yang cukup banyak menyedot perhatian dan waktu. Isu ini semakin menarik apabila dihubungkan dengan pendidikan Islam. Membenahi masalah di bidang ini bagaikan mengurai benang kusut.

Kelemahan-kelemahan yang sering mengemuka tentang pendidikan di Indonesia, ialah kualitas yang rendah, biaya yang tinggi, manajeman yang amburadul, salah kaprah dan lainnya, Memang dari segi kuantitas dunia pendidikan Indonesia menunjukkan peningkatan-peningkatan, namunkuantitas terkesan tidak diiringi dengan kualitas. Atas dasar itulah ada benarnya pengumuman lembaga dunia United Nation Deveplopment Program (UNDP) bahwa Human Development Index masyarakat Indonesia berada pada urutan ke-112 di bawah Vietnam.

Persoalan semakin komplek bila dikaitkan dengan abad ke-21 yang sering disebut “Era Globalisasi” atau era of human capital yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang. Dengan komunikasi yang canggih, arus informasi dalam era ini akan mengalir dengan derasnya melintas batas negara tanpa dapat dihambat oleh kekuatan fisik. Perubahan demi perubahan akan berjalan demikian cepat.

Kenyataan di atas akan lebih rumit ketika Indonesia memasuki era yang penuh dengan persaingan bebas. Khusus kawasan Asia telah membuatkesepakatan bersama, akan menerapkan pasar bebas (AFTA). Pada Asian Free Trade Area ini setiap orang bebas datang menawarkan berbagai dagangannya di Negara kita. Kedatangan mereka juga membawa paham, ideologi, agama dan adat istiadat yang belum tentu cocok atau sama dengan kita. Hal ini bukan mustahil akan membawa kerusakan pada ideologi, paham, agama dan adat istiadat kita.

Kesulitan ini akan semakin terasa apabila dikaitkan pula dengan pendidikan Islam. Memang pendidikan Islam telah mengalami perjalanan yang cukup panjang, yang melebihi pendidikan umum, seyogyanya tentu sudah lebih siap dalam menghadapi berbagai iklim dan cuaca. Akan tetapi kenyataannya, pendidikan yang tertua di Indonesia ini, justru terkesan menjadi lembaga pendidikan “kelas dua” yang tidak mampu bersaing dengan pendidikan umum. Hal ini tentu saja tidak lepas dari berbagai persoalan yang dihadapi, mulai dari kurikulum, manajemen, kurang memiliki harga jual dan lainnya.

Sejarah Pendidikan Islam

Lahirnya pendidikan Islam ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam. Ketika wahyu diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. maka untuk menjelaskan dan mengajarkannya kepada para sahabat, Nabi mengambil rumah Arqam bin Abi Arqam sebagai tempatnya, di samping menyampaikan ceramah pada berbagai tempat. Atas dasar inilah dapat dikatakan rumah Arqam sebagai lembaga pendidikan pertama dalam Islam (Hasan,l988:111). Hal ini berlangsung lebih kurang 13 tahun. Namun sistem pendidikan pada lembaga ini masih berbentuk halaqah dan belum memiliki kurikulum dan silabus seperti yang dikenal sekarang. Sedangkan sistem dan materi-materi pendidikan yang akan disampaikan diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Saw.

Ketika Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, institusi pendidikanpertama yang ia bangun adalah mesjid. Melalui mesjid inilah Nabi Saw. menjelaskan dan mengajarkan agama kepada para sahabat Sehubungan dengan semakin banyaknya umat Islam belajar agama, termasuk anak-anak, karena itu dikhawatirkan akan mengotori mesjid, maka muncullah lembaga pendidikan Islam di samping mesjid dengan sebutan al-Kuttâb. Menurut Asma Hasan Fahmi (1979:30), al-Kuttâb didirikan oleh orang Arab untuk mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak. Lembaga ini dipandang sebagai media utama untuk mengajarkan membaca dan menulis al-Qur’an kepada anak-anak sampai pada era pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sedangkan materi-materi dan metode pendidikannya diserahkan sepenuhnya kepada guru-guru. Sebenarnya lembaga ini sudah ada sebelum Islam, namun tidak begitu populer. Karenanya pendapat Asma Hasan Fahmi di atas dapat diterima bahwa al-kuttâbdalam arti sesungguhnya ada sejak Islam.

Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (813-833) lahir lembaga pendidikan Islam Bait al-Hikmah, yang dipimpin oleh Hunain bin Ishak (Sirajuddin Zar,2004:33). Lembaga ini pada mulanya bergerak di bidang penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Dalam perkembangan selanjutnya tugas lembaga ini semakin luas, tidak hanya sebagai lembaga penerjemahan tetapi ia juga menjadi pusat pendidikan Islam dalam pengembangan filsafat, sains dan agama, sehingga orang yang mengatakan bahwa ia sebagai akademi dan universitas pertama dalam Islam dapat dibenarkan. Namun tentu saja belum dapat disamakan dengan akademi atau universitas yang kita kenal sekarang ini.

Adapun lembaga pendidikan Islam dalam bentuk klasikal pertama kali dalam Islam, ialah Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Perdana Menteri Nizham al-Mulk dari Dinasti Bani Saljuk. Pada lembaga ini diajarkan tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu umum, seperti ilmu kalam, logika, filsafat dan lainnya. Kemudian lembaga-lembaga yang sejenis didirikan pula pada daerah-daerah lain.

Perkembangan berikutnya muncullah lembaga pendidikan yang lebih maju di Spanyol dengan universitas-universitasnya. Pada lembaga ini dapat dikatakan sistem pendidikan dan pengajarannya sudah tersusun secara baik. Metode pendidikan Islam inilah membawa pengaruh besar ke dunia Barat.

Perlu dikemukakan, di dunia Islam ada tiga daerah yang melaksanakan pendidikan membawa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Daerah yang pertama adalah Baghdad yang terkenal dengan Bait al Hikmah-nya, sedangkan daerah yang kedua yang dipelopori oleh Dinasti Fatimiyah yang terkenal dengan Dâr al-Hikmah dan al-Azhar University di Kairo. Sementara daerah yang ketiga adalah Spanyol dengan universitas-universitasnya.

Sistem klasikal atau madrasah menunjukkan babak baru dalam pendidikan Islam. Berbeda dengan sebelumnya sistem klasikal tetap berbentuk semacam organisasi pendidikan yang memiliki pegawai, pustaka, kurikulum dan lain-lainnya.

Di Indonesia pendidikan Islam merupakan pendidikan yang tertua. Sebab ketika Islam masuk ke Indonesia belum ditemukan lembaga pendidikan umum. Pendidikan Islam di Indonesia dikembangkan melalui pesantren di Jawa, surau di Sumatera Barat, muasah dan rangking di Aceh. Sedangkan pendidikan umum dikembangkan oleh penjajah-penjajah yang datang ke Indonesia. Akibat desakan dan tekanan penjajah, lembaga Islam pesantren dan surau lebih banyak berada di pedesaan. Sesuai dengan alam pedesaan, pendidikan Islam ini sulit menerima perubahan atau sulit menerima Islam rasional. Karena itu, materi pendidikan yang diajarkan lebih banyak orientasi keakhiratan dan di bidang fikih berpaham Syafi’i dan di bidang akidah berpaham al-Asy’ari. Pada pihak lain, dunia surau dan pesantren belum begitu memberikan perhatian pada kurikulum. Sementara pendidikan umum yang dikembangkan penjajah umumnya berada di kota-kota, yang dinilai telah memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang teratur. Karena oleh dunia pendidikan umum kurikulum sebagai suatu keniscayaan dan agak aneh baginya jika tidak mempunyai kurikulum.

Perlu ditegaskan bahwa terdapat perbedaan antara pendidikan Islam klasik dengan pendidikan umum di Indonesia. Pendidikan Islam klasik belum terjadi pemilahan antara ilmu umum dan ilmu agama. Sedangkan di Indonesia terjadi pemilahan antara pendidikan umum dan agama.

Pendidikan Dalam Ajaran Islam

Islam sangat mementingkan pendidikan dan ilmu pengetahuan, bahkan ia mendorong pemeluknya supaya mencari ilmu pengatahuan kapan dan di mana pun. Ia juga menempatkan pakar ilmu pengetahuan pada peringkat yang tinggi (al-Baqarah/2:31-32; Fâthir/35:28; al-Zumar/39:9; al-Mujâdalah/58:11 dan al-‘Alaq/96: 1-5). Sejarah Islam mencatat betapa sungguh-sungguhnya umat Islam zaman klasik mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Konon kabarnya Khalifah al-Makmun sendiri berkenan membayar jasa penerjemah dengan emas yang sama beratnya dengan buku yang diterjemahkan. Jasa umat Islamlah yang mengembangkan ilmu dari Yunani bersifat spekulatif, yang dicontohkan bagai sebuah kebun yang subur, penuh dengan bunga-bunga yang indah, tapi sayangnya tidak banyak berbuah, kaya dengan filsafat dan sastra, tapi miskin dengan teknik dan tekhnologi, menjadi sains yang dilandasi metode Jabir bin Hayyan yang sifatnya empiris eksperimental (A.Baiquni,1983:12).

Sikap positif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan ini sepenuhnya diilhami al-Qur’an dan hadis sebagai sumber dorongan. Islam sebagai agama memiliki hubungan simbiotik dengan ilmu pengetahuan dalam kerangka keimanan. Dalam Islam tidak pernah ditemukan pembunuhan terhadap para ilmuwan yang berhasil menemukan hal-hal yang baru dalam ilmu pengetahuan. Bahkan Islam menawarkan pahala bagi umatnya yang berijtihad di bidangnya sekalipun salah.

Islam adalah agama ilmu pengetahuan, ia sangat serasi dengan sifat dasar manusia. Manusia diciptakan Allah dinamis dan berilmu pengetahuan (al-Baqarah/2:31). Manusia(Adam dan keturunannya) diciptakan Allah dari tanah bumi ini. Kendatipun keturunan Adam tidak disebut secara eksplisit dari tanah, namun sesuai dengan hasil penelitian sains, unsur kimiawinya sama dengan unsur kimiawi tanah bumi ini. (Sirajuddin Zar,1997:56). Jadi, manusia adalah makhluk bumi yang dibekali dengan akal dan ilmu pengetahuan, karena ia akan mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Ini berarti betapa canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan di alam iniakan dapat dijangkau oleh daya nalar manusia, karena penciptaan manusia dan alam semesta telah diberi keharmonisan indah dan merupakan satu kesatuan yang organik. Menurut Andi Hakim Nasution keadaan ini memungkinkan karena manusia memiliki susunan otak yang paling sempurna dibandingkan dengan otak berbagai jenis makhluk lainnya. (Andi Hakim Nasution,1989:9-10). Penciptaan manusia memang penuh keunikan. Menurut temuan ilmu pengetahuan seperti yang dijelaskan B.J. Habibie, cara kerja otak manusia sangat luar biasa, andaikan ia dibuat bentuk komputer akan dibutuhkan komputer sebesar bola bumi ini. (Makmur A.Makta,1982:38).

Dalam Islam keharusan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan sepanjang hayat. Ide ini menurut Quraish Shihab mendahului gagasan life long education yang dipelopori oleh Paul Lengrand dalam bukunya an Introduction to Life Long education. (Quraish Shihab,l992:178). Pendidikan dari “buaian sampai liang lahat” ini tentu dilakukan melalui berbagai jalur: formal, informal dan nonformal

Istilah education dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin, educere, berarti memasukkan sesuatu, dalam arti memasukkan ilmu kedalam kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal yang terkait: ilmu, proses memasukkan dan kepala orang.(Hasan Langgulung,1987:4).

Dalam bahasa Arab ada tiga istilah yang digunakan tentang pendidikan, al-ta’lîm, al-tarbiyah dan al-ta’dîb (Samsul Nizar/2002:25). Istilah al-ta’lîm dengan berbagai derivasinya banyak sekali ditemukan dalam al-Qur’an. Di antaranya surat al-Baqarah:31 dan al-‘Alaq: 4-5. Istilah al-ta’lîm berarti pengajaran, lebih sempit dari arti al-tarbiyah dan al-ta’dîb. Pengajaran di sini dimaksudkan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan, sehingga memungkinkan menerima hikmah.

Istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb, berarti pendidik. Kata rabbdalam surat al-Fâtihah melukiskan Tuhan dengan segala sifat-Nya yang dapat menyentuh makhluk-Nya seperti pemberi rezeki, pengampunan, kasih sayang, juga amarah, ancaman, siksa dan sabagainya. Dengan demikian apa pun bentuknya perlakuan Tuhan terhadap makhluk-Nya sama sekali tidak terlepas dari pendidikan-Nya kendatipun perlakuan-Nya menurut kaca mata manusia sebagai sesuatu yang negatif. Penggunaan istilah al-tarbiyah terlalu luas, tidak hanya digunakan untuk manusia tetapi juga untuk tumbuhan, hewan dan lainnya.

Kemudian istilah al-ta’dîb dalam arti pendidikan hanya ditemukan dalam hadis Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan al-Askari: addabani Rabby fa ahsana ta’dîby ( Tuhanku telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku).

Menurut Hasan Langgulung(l988:5) seperti ia kutip dari al-Attas, kata al-ta’dîb memiliki fungsi dan arti yang lebih tepat digunakan bagi pendidikan, karena kata ini lebih khusus ditekankan pada pembinaan manusia.

Sebenarnya berbeda secara prinsip antara pendidikan Islam dengan pendidikan Barat. Pendidikan Barat lebih banyak menekankan kepada aspek fisik atau material. Sedangkan pendidikan Islam, tidak hanya pendidikan fisik akan tetapi juga psikis atau akhlak. Istilah al-ta’dîbmemang mengandung makna dari kedua unsur ini.

Pendidikan Islam: Filosofi dan Dinamikanya

Maksud dari pendidikan Islam: filosofi dan dinamikanya, ialah dasar-dasar pemikiran filosofis dan gerak perubahan pendidikan Islam. Bicara tentang dasar pemikiran filosofis akan terkait dengan building of knowledge keilmuan pendidikan Islam. Bangunan keilmuan pendidikan Islam akan terkait dengan landasan hakikat pengetahuan yang terlingkup dalam ontalogi, epistemologi dan axiologi, dengan kata lain apa, bagaimana dan untuk apa ilmu pendidikan Islam. Dengan kajian yang mendasar ini, juga kita akan dapat membedakan satu ilmu dengan ilmu lain, atau lebih konkret dapat ditegaskan apa yang sesungguhnya membedakan antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam, bahkan diharapkan kita mampu meletakkannya pada posisi yang tepat secara profesional dan sekaligus memanfaatkannya secara maksimal.

Demikian pula dengan dinamika pendidikan Islam akan terkait dengan perubahan-perubahan dan kedinamikaan masyarakat. Sebelum hal ini dikedepankan kita perlu mengemukakan sekilas arti dari pendidikan dan pendidikan Islam itu sendiri.

Pengertian pendidikan, menurut Hasan Langgulung (1988:181-182) dapat dilihat dari dua aspek. Pertama,dari luar manusia yang akan dididik atau aspek sosial. Pendidikan di sini adalah pewarisan nilai budaya dari suatu generasi kepada generasi lain agar nilai dimaksud dapat dilestarikan. Sedangkan kedua adalah aspek dalam diri manusia atau aspek individu. Pendidikan di sini dalam arti upaya pengembangan potensi individu atau pengaktualisasiannya. Jadi pendidikan ialah pewarisan nilai budaya dan pengembangan potensi.

Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan pendidikan yang diwarnai oleh ajaran Islam (al-Qur’an dan hadis). Jadi pendidikan Islam adalah upaya atau bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia dapat mewarisi nilai Islam atau ia dapat berkembang menjadi seorang muslim.

Telah dikemukakan bahwa ilmu pendidikan Islam perlu memiliki akar filosofis yang jelas. Untuk mengungkapkan epistemologi pendidikan Islam dimaksud, kita perlu menjelaskan tujuan manusia diciptakan Allah. Karena ia merupakan dasar darikajian pendidikan Islam. Apabila ini tidak jelas, maka pendidikan Islam akan meraba-raba. Ada benarnya pendapat Ali Ashraf yang dikutip oleh Samsul Nizar(2002:21) ketika ia mengatakan, pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu seutuhnya.

Dalam surat al-Baqarah:30 ditemukan informasi bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi. Sebagai mandataris, manusia tidak hanya menduduki posisi penanggung jawab kelestarian semua macam kehidupan di bumi, juga ia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Karenanya Allah di samping membekali manusia dengan berbagai potensi, juga antara penciptaannya dan alam semesta telah diberi keharmonisan indah dan merupakan satu kesatuan yang organik, sehingga manusia dapat menunaikan amanahnya sebagai khalifah dan memenuhi kebutuhan hidupnya (sosial dan individu).

Berangkat dari uraian di atas, maka secara konkret dapat dikatakan bahwa objek penela’an atau materi yang dikaji dari pendidikan Islam ialah upaya pengembangan potensi-potensi yang ada pada manusia secara maksimal agar ia dapat menjalankan fungsinya sebagai mandataris Allah di bumi. Agar usaha-usaha pengembangan ini berhasil dengan baik, diperlukan prosedur atau proses yang jelas. Langkah pertama ialah kita harus mengungkap isyarat-isyarat tentang pendidikan yang ada dalam al-Qur’an dan hadis. Dalam memahami teks al-Qur’an secara utuh dan integral perlu digunakan pendekatan tafsir maudhû’i (tematis) yang diperkaya oleh metode-metode tafsir lain,seperti tahlîli dan muqâran.

Untuk kesempurnaan penelitian ini perlu dipertimbangan pendapat para mufasir dalam berbagai buku tafsir yang tertawan dengan konteks zamannya. Pendapat mereka kendatipun bersifat parsial namun akan dapat memperkaya hasil tematis yang dilakukan. Langkah kedua, ialah melakukan penelitian terhadap hasil pemikiran pakar pendidikan Islam yang ada. Pemikiran mereka tentang pendidikan jelas bervariasi, karena terkait dengan sudut pandang mereka masing-masing dan terkait pula dengan zamannya. Sesuai dengan sunatullah, setiap tokoh dan pemikirannya adalah anak zamannya, karena itu pemikirannya juga tertawan dengan kondisinya dimana ia hidup. Namunpemikiran mereka akan dapat memperkaya hasil penelitian yang dilakukan. Langkah ketiga ialah pengolahan data. Dari olahan ini melahirkan rumusan untuk dijadikan bangunan pendidikan Islam.

Untuk lebih sempurnanya materi pendidikan Islam, perlu pula memperhatikan pemikiran-pemikiran pihak lain yang berkenaan dengan pendidikan, terutama dari segi metode, corak dan bentuk. Dalam Islam tidak ada larangan menerima pemikiran-pemikiran pihak lain, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Qur’an dan hadis. Hal yang sama pernah dilakukan oleh umat Islam zaman klasik dalam menerima dan mengembangkan ilmu umum, seperti logika, matematika, filsafat dan lainnya. Penerimaan mereka didasarkan pada al-Qur’an sebagai filternya. Al-Qur’an sebagai Kitab keagamaan tidak melahirkan sistem, tetapi mengandung prinsip-prinsip. Sedangkan sistem dilahirkan oleh budaya atau otak manusia. Berpikir sistem meenyebabkan pemikiran sempit dan akan memandang salah sistem selain yang dianutnya Sedangkan berpikir prinsip akan melahirkan pemikiran yang luas dan ia akan dapat mentolerir semua sistem yang ada selama tidak bertentangan dengan prinsip.

Jadi materi pendidikan Islam bersumber dari hasil penelitian yang mendalam terhadap al-Qur’an dan hadis. Kemudian diperkaya dengan pendapat-pendapat para mufasir dalam berbagai zaman. Selanjutnya disempurnakan dengan pendapat-pendapat pakar pendidikan Islam. Berikutnya diperkaya pula dengan pendapat-pendapat pihak lain tentang pendidikan selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam. Akhirnya dibuat sebuah rumusan untuk dijadikan bangunan keilmuan pendidikan Islam. Tujuan keseluruhannya ini adalah dalam rangka tugas kekhalifahan sebagai ibadah kepada Allah Swt. Atas dasar itulah dalam Islam wajar ditekankan bahwa pendidikan adalah ibadah.

Dengan demikian jelaslah bahwailmu pendidikan Islam ialah utuh integral, ia tidak hanya berorientasi keakhiratan semata, tetapi juga keduniaan; juga tidak hanya bidang fisik, juga bidang spiritual. Ide yang senada juga disuarakan oleh tokoh pembaharuan Islam, Fazlur Rahman(l985:86), yang menurutnya, pendidikan Islam harus diorientasikan padakehidupan dunia dan akhirat.

Usaha-usaha di atas diharapkan agar pesan Ilahy dapat mengejawantah di bumi ini. Dengan kemampuan yang ada pada manusia, maka manusia akan dapat mengeksploitasi alam untuk tujuan-tujuan Ilahy dalam rangka liya’budûn. Kata li pada liya’budûnbiasa diartikan dengan “agar atau supaya”, namun arti yang tepat ialah tujuan akhir dari seluruh aktivitas adalah semata-mata ibadah kepada Allah.

Telah disebutkan bahwa pendidikan Islam harus sesuai dengan kedinamikaan masyarakat, bahkan dapat pula menciptakan atau menyiapkan masyarakat yang ideal di masa depan sesuai dengan cita-cita Islam. Untuk itu dalam ilmu pendidikan Islam diperlukan sebuah kurikulum yang sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai asasi ajaran Islam. Karena kurikulum dalam sistem pendidikan modern merupakan suatu kemestian. Ia bersifat fungsional. Dengan kurikulum dapat disusun secara baik suatu program pendidikan Islam. Di dalamnya digariskan tujuan, isi dan langkah-langkah yang harus ditempuh. Ia dapat berubah sesuai dengan kedinamikaan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum sebagai sarana untuk mencapai tujuan, sedangkan filosofi pendidikan sebagai pemberi arah dalam meletakkan dasar-dasar dan prinsip-prinsip pendidikan Islam.

Jadi, asas utama kurikulum pendidikan Islam ialah agama dan sosial. Asas agama dalam pendidikan Islam akan melahirkan ilmuwan yang berbudi pekerti luhur (akhlak/irfani). Dalam Islam akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan pertama dan termulia pendidikan Islam adalah akhlak itu sendiri. Sisi ini dinilai sebagai pilar utama dalam Islam. Sedangkan asas sosial dalam pendidikan Islam akan melahirkan ilmuwan yang mampu berperan dan dibutuhkan masyarakat, bahkan ia akan dapat memberikan bimbingan pada masyarakat ke jalan agama. Pada pihak lain, ia juga akan mewarisi ketrampilan yang lebih baik dari sebelumnya yang pernah terjadi pada masyarakat.

Khatimah

Dari uraian berlalu telah dipaparkan betapa pentingnya pendidikan dalam Islam. Ia juga sangat mengutamakan dimensi akhlak. Ilmu dalam Islam bukan ilmu untuk ilmu, tetapi dalam rangka tugas kekhalifahan sebagai ibadah kepada Allah. Dalam pendidikan Islam sangat dibutuhkan pemikiran filosofis sebagai akar atau dasar bangunan keilmuan pendidikan dan sekali gus pemberi arah dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam. Sedangkan kurikulum sebagai sarana untuk mencapai tujuan merupakan suatu keniscayaan.

Akhir-akhir ini dunia pendidikan Islam dihadapkan pada tantangan yang sangat berat, karena itu diharapkan kepada pakar pendidikan Islam untukmelakukan kajian-kajian yang serius, agar ilmu pendidikan Islam mampu mengantisipasi segala perubahan dan mampu pula bersaing secara kualitatif dengan pendidikan umum.

 

Add comment

Jl.Lingkar Utara Bekasi Kel. Perwira Kec. Bekasi Utara (sebelah BSI Kaliabang) Raya Bekasi KM.27 Pondok Ungu

Email : admin@smktarunabangsa.sch.id

Pengumuman

© 2024 SMK Taruna Bangsa Kota Bekasi. All Rights Reserved.